Headline - Pohon yang Baik
“TIDAKKAH kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu menghasilkan buahnya setiap waktu dengan seizin Allah. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim [14]:24-25).
Pernahkah saudara melihat atau membayangkan bagaimana pohon yang baik? Pohon yang dalam ayat ini diumpamakan sebagai kalimat yang baik, yaitu kalimat tauhid? Inilah pohon yang akarnya kuat menghunjam, serta batang dan cabangnya kokoh menjulang ke langit. Dalam kondisi ekstrem sekalipun, pohon ini akan tetap tegak berdiri. ltulah keyakinan yang mantap kepada Allah. Kalau iman kokoh, apapun yang terjadi tidak akan menghancurkan kita, menjadikan diri kita didominasi rasa takut, sedih, gelisah dan galau terhadap dunia yang hanya samantara.
Siapapun yang yakin bahwa hidup dan matinya berada di tangan Allah, sekalipun laras senjata sudah di Jidat, dia akan tetap tenang. Dia yakin, kalau memang sudah waktunya mati, pasti mati. Dan, semuanya juga pasti mati, baik yang membunuh maupun yang dibunuh,yang mengobati maupun yang diobati. Baginya yang penting adalah kuat keyakinan laksana pohon yang menjulang ke langit dan tercapainya derajat husnul khatimah.
Namun, tidak semua pohon bisa tumbuh baik. Ada Juga pohon yang buruk dan kurang bisa tegak kokoh. Pohon yang baik itu pun tidak muncul secara tiba-tiba lalu menjulang kokoh. Layaknya pohon yang lain, dia pun tumbuh dari kecil, lalu hari demi hari dan bulan demi bulan tumbuh membesar dan kuat. Kemudian, ada pula faktor yang memengaruhinya, semisal kesuburan tanah dan tiadanya hama.
Demikian dengan iman. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa,”iman bisa bertambah sampai puncak langit ke tujuh, dan Iman bisa menyusut sampai lapis bumi ke tujuh.” Jadi Iman kita ini bisa turun dan bisa naik. Orang yang beruntung adalah mereka yang senantiasa sadar akan fluktuasi atau turun naiknya keimanan. Hal ini sebagaimana diungkapkan Abu Darda ra. bahwa "di antara inti pemahaman agama seseorang adaiah dia mengetahui imannya bertambah atau berkurang."
Jadi. kurang benar kalau kita hanya diam saja. Yang benar adalah kita sadar ketika mulai ada penurunan dan segera bangkit. Misalnya saat salat mulai tidak khusyuk atau zikir mulai ditinggalkan. Biasanya kita salat berjamaah di shaf pertama, pelan-pelan pindah ke shaf ketiga, lama lama di pintu, terus datang ketika salam, dan akhirnya salat Jumat pun di rumah. Sama halnya dengan membaca al-Quran. Biasanya sehari setengah juz, turun tinggal dua lembar, turun lagi dua halaman, terus dua ayat, dua huruf, sampai kemudian kita lupa menyimpan al-Quran di mana.
Kalau salat dan membaca al-Quran sudah turun, ibadah yang lain biasanya akan ikut turun. Sedekah yang biasanya habis salat Subuh, jadi mulai menghitung, “Nanti saja habis Dhuha." Nanti menghitung pun tidak karena memang telah berpisah dengan sedekah. Biasanya kita menjaga hijab dengan akhwat, kini sudah jadi tidak risih lagi. Saat nonton televisi biasanya malu karena banyak yang kinclong-kinclong, sekarang malah punya jadwal nonton sambil beralasan untuk melihat ciptaan Allah. Kalau sudah demikian, kita akan semakin akrab dengan maksiat. Layaknya pohon buruk yang mulai mengering dan melapuk.
Kita harus segera bangkit saat menyadari terjadi penurunan. Kesadaran ini harus bermula ketika amal ibadah kita turun sedikit sehingga kita bisa cepat-cepat menaikkannya lebih banyak. Tujuannya adalah agar nanti bisa semakin mantap, seperti pohon yang kokoh menjulang.
Maka, ada dua hal yang harus kita lakukan. Pertama carilah pupuk untuk menambah kesuburannya, dan pupuk iman adalah ilmu."Niscaya Allah akan mengangkat derajat Orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (QS. aI-Mujadilah [58]:11).
Saudaraku, tolong diingat bahwa kurang ilmu akan mengakibatkan kita kurang iman. Tidak ada ilmu, tidak ada iman. Adapun ilmu terpenting yang harus dicari agar iman kuat adalah ilmu tentang Allah, Asma'ul Husna Inilah fondasi keimanan kita. Tiang, tembok, atap, pintu dan jendela penting itu perlu, tetapi yang paling penting adalah pondasi.
Ketika mencari ilmu, kita nanti bisa melihat, mendengar dan membaca dari banyak orang yang menjelaskan tentang Allah. Kita mencari tahu dari yang tahu, agar tahu, itu tidak salah. Namanya ilmu yaqin lalu kita mencari lagi yang sudah 'ainulyaqin. Tentu saja yang paling enak adalah mencari guru, tulisan maupun rekaman dari orang yang sudah haqqul yaqin kepada Allah. Masya Allah. Nanti kita akan ketularan yakinnya itu.
Kedua, mentadaburi al-Quran. Kalau kita benar-benar serius ingin mengenal Allah yang telah menciptakan dan menghidupkan kita, kita wajib meluangkan waktu untuk memperhatikan kesempurnaan ciptaan-Nya. Kalau kita serius ingin mengenal Allah yang memiliki dan menguasai langit dan bumi, kita dituntut untuk banyak merenungkan kehidupan ini. Betapa tidak satu pun yang terjadi, kecuali berada dalam pengetahuan dan pengaturan Allah Ta'ala.
Untuk memperhatikan dan merenungkan kekuasaan Allah, tidak harus jauh-jauh. Bukan berarti tidak boleh mendaki puncak gunung, tetapi bagi yang belum punya kesanggupan dan kemampuan, maka cukup kita pandangi saja gunung itu dari kejauhan. Atau kita bisa mengamati bagaimana pertumbuhan sebuah tanaman maupun sebatang pohon di sekitar kita, dan merenungkan pergantian malam dan siang.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, seraya berkata, 'Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sIa-sla. Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. 'Ali 'Imran [3]:190-191 ).
Malam-malam terus berlalu dengan hadirnya siang. Hari demi hari pun si|ih berganti datang. Maka, mari kita tingkatkan pula kualitas keimanan diri. Mari kita sadari saat terjadi penurunan dan segera bangkit supaya iman makin kuat dan kokoh seperti halnya pohon baik yang berbuah setiap waktu dengan izin Allah. “Berbuat kebaikan, serta saling berpesan tentang kebenaran dan saling berpesan pula tentang kesabaran." (QS. al-'Ashr [103]:3).
Semoga dengan berlalunya bulan demi bulan, hidup kita tidak malah semakin mengering, melapuk dan mati dalam kalimat yang buruk, yaitu syirik, kufur dan zalim, layaknya pohon yang buruk. Hal ini sebagaimana lanjutan (ayat 26) dari surah Ibrahim [14], “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap tegak sedikit pun.”Tetaplah kita ingat bahwa cepat atau lambat kita semua pasti akan kembali kepada Allah Yang Mahahidup dan Mahakekal.
"Siapapun yang mengandalkan selain Allah, termasuk mengandalkan ilmu pengetahuannya,jabatannya, harta kekayaannya, kekuatan fisiknya, atau apapun yang ada dalam dirinya, untuk meraih kebahagiaan dan kepuasan hidup, niscaya dia akan menemui kegagalan, cepat ataupun lambat. Bagaimana tidak, semua karunia adalah mutlak milik-Nya."
* Sumber: Buku Ikhtiar Meraih Ridho Allah Jilid 1
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Headline - Pohon yang Baik"
Post a Comment